Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah setelah membaca doa istiftah dan ta’awudz.
Secara umum, pembahasan mengenai masalah ini harus diawali dengan
pembahasan apakah basmalah itu bagian dari Al Fatihah? Bagi ulama yang
berpendapat ia bagian dari Al Fatihah, maka wajib membaca basmalah
sebagaimana wajibnya membaca Al Fatihah yang merupakan rukun shalat.
Lalu bagi ulama yang berpendapat ia bukan bagian dari Al Fatihah, mereka
pun berbeda pendapat mengenai hukum membaca basmalah.
Apakah Bagian Dari Al Fatihah?
Para ulama sepakat bahwa basmalah adalah termasuk ayat Al Qur’an (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/83). Karena memang basmalah terdapat dalam salah satu ayat Al Qur’an,
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“
Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. An Naml: 30)
Namun, terdapat perselisihan yang sangat kuat diantara para ulama
mengenai apakah basmalah itu bagian dari surat Al Fatihah. Karena jika
ditinjau dari segi riwayat qira’ah, dalam sebagian qira’ah yang shahih,
basmalah bukan bagian dari Al Fatihah dan dalam sebagian qira’ah yang
lain, basmalah merupakan bagian dari Al Fatihah.
Adapun Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur fuqaha berpendapat
bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah. Mereka berdalil dengan
hadits
قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي
وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ
الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ
تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي
“Allah
Tabaraka Wa Ta’ala berfirman, aku membagi shalat antara
Aku dan hambaku menjadi dua bagian, setengahnya untukKu dan setengahnya
untuk hambaKu sesuai dengan apa yang ia minta. Ketika hambaku berkata,’
Alhamdulillahi rabbil’aalamiin’. Allah
Ta’ala berkata, ‘ Hambaku telah memujiKu’” (HR. Muslim 395).
Adapun Ulama Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian dari Al
Fatihah. Mereka berdalil diantaranya dengan hadits, semisal hadits
ketika Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam memberitahu para sahabat mengenai surat yang paling agung dalam Al Qur’an, beliau bersabda:
هِيَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ السَّبْعُ المَثَانِي
“
surat tersebut adalah ‘Alhamdulillahi rabbil’aalamiin’ yang terdiri dari 7 ayat” (HR. Al Bukhari 4474 , 4647).
mereka menghitung lafadz “
shiraathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laadh dhaaliin” sebagai
1 ayat, sehingga basmalah termasuk dalam 7 ayat tersebut. Adapun para
ulama yang mengatakan basmalah bukan bagian dari Al Fatihah menghitung
lafadz ini sebagai 2 ayat, yaitu:
shiraathalladziina an’amta ‘alaihim sebagai satu ayat, dan
ghairil maghdhuubi ‘alaihim wa laadh dhaaliin sebagai satu ayat
Dalil lain bagi yang berpendapat basmalah bagian dari Al Fatihah, yaitu hadits,
إِذَا قَرَأْتُمِ : الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاقْرَءُوا :
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ ,
وَأُمُّ الْكِتَابِ , وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي , وَبِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا
“
jika kalian membaca Alhamdulillahi rabbil’aalamiin maka bacalah
bismillahir rahmanir rahim, karena ia adalah ummul qur’an, ummul kitab
dan 7 rangkaian ayat, dan bismillahir rahmanir rahim salah satunya” (HR. Al Baihaqi dalam
Sunan Al Kubra 2181, dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Al Jami’ 729).
hadits ini secara sharih menyatakan bahwa basmalah merupakan bagian
dari Al Fatihah, dan inilah pendapat yang menurut kami lebih rajih.
Adapun pendalilan dari hadits Abu Hurairah yang pertama diambil dari
mafhum hadits.
Namun sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bacaan basmalah
tsabit pada sebagian qira’ah, maka tentunya perbedaan pendapat sangat longgar perkaranya (lihat
Sifatu Shalatin Nabi, 79-80).
Apakah Bagian Dari Setiap Surat?
Sebagaimana Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyyah dan jumhur fuqaha
berpendapat bahwa basmalah bukan bagian dari Al Fatihah, mereka juga
berpendapat basmalah bukanlah bagian dari setiap surat (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
8/83). Namun basmalah memang Allah turunkan untuk pemisah antara surat
yang satu dengan yang lain. Diantara alasan bahwa basmalah bukanlah
bagian dari setiap surat, para ulama ijma’ bahwa surat Al Kautsar itu
terdiri dari 3 ayat, dengan demikian basmalah bukan bagian dari surat Al
Kautsar.
Adapun Syafi’iyyah berpendapat basmalah adalah bagian dari Al Fatihah dan juga dari setiap surat (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
8/84). Diantara alasannya adalah bahwa para sahabat Nabi mengumpulkan
Al Qur’an dan menulis basmalah di setiap awal surat, padahal yang bukan
berasal dari Al Qur’an tidak boleh ditulis dalam Al Qur’an. Dan para
ulama sepakat bahwa basmalah yang berada di antara dua surat itu adalah
kalamullah, sehingga wajib dianggap sebagai bagian dari surat
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/85).
Hukum Membaca Basmalah
Dari penjelasan sebelumnya, kita ketahui bahwa Syafi’iyah berpendapat
wajibnya membaca basmalah karena ia merupakan bagian dari Al Fatihah.
Dan mengingat membaca Al Fatihah adalah rukun shalat, maka shalat tidak
sah jika tidak membaca basmalah karena adanya kekurangan dalam membaca
Al Fatihah. Sebagaimana hadits
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“
tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Diantara para salaf yang berpendapat demikian adalah Al Kisa-i, ‘Ashim bin An Nujud, Abdullah bin Katsir, dan yang lainnya (
Sifatu Shalatin Nabi, 79). Syafi’iyyah juga berpendapat wajibnya membaca Al Fatihah sebelum
qira’ah setiap awal surat dari Al Qur’an dalam shalat (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/88).
Sementara Hanafiyah yang berpendapat basmalah bukan bagian dari Al
Fatihah, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah dalam shalat hukumnya
sunnah sebelum membaca Al Fatihah di setiap rakaat. Disunnahkannya
membaca basmalah sebelum Al Fatihah karena dalam rangka
tabarruk dengan basmalah. Adapun selain Al Fatihah tidak disunnahkan.
Namun Malikiyyah berpendapat tidak disunnahkan untuk membaca basmalah
sebelum qira’ah setelah Al Fatihah, sedangkan menurut Hanabilah sunnah
hukumnya baik sebelum Al Fatihah maupun sebelum qira’ah. Dan Malikiyyah
membolehkan
tasmiyah sebelum Al Fatihah ataupun sebelum qira’ah (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87-88).
Pendapat yang masyhur dari Malikiyyah, yang juga berpendapat basmalah
bukan bagian dari Al Fatihah, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah
sebelum Al Fatihah ataupun qira’ah hukumnya makruh. Mereka berdalil
dengan hadits Anas bin Malik
مِعْتُ قتادةَ يُحَدِّثُ عن أنسٍ قال : صلَّيْتُ مع رسولِ
اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكرٍ ، وعمرَ ، وعثمانَ ، فلم أَسْمَعْ
أحدًا منهم يقرأُ بسمِ اللهِ الرحمنِ الرحيمِ
“aku shalat bersama Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman dan aku tidak mendengar mereka membaca
bismillahir rahmanir rahim” (HR. Muslim 399).
namun ada riwayat dari Imam Malik bahwa beliau berpendapat boleh, dan
riwayat lain dari Malikiyyah yang mengatakan hukumnya wajib (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 8/87).
Kesimpulannya,
khilaf dalam masalah ini berporos pada masalah
apakah basmalah itu termasuk Al Fatihah ataukah tidak dan apakah ia
termasuk bagian dari setiap surat atau tidak. Maka dalam hal membaca
basmalah atau tidak membaca basmalah perkaranya longgar.
Hukum Mengeraskan Bacaan Basmalah
Para ulama sepakat basmalah dibaca
sirr (lirih) pada shalat yang
sirr.
Namun masyhur dikalangan para ulama bahwa mereka berbeda pendapat
apakah membaca basmalah sebelum Al Fatihah itu dikeraskan (jahr) ataukah
secara lirih (sirr) pada shalat yang
jahr.
Pendapat Pertama
Sebagian ulama berpendapat basmalah disunnahkan dibaca secara keras
(jahr). Diantara yang berpendapat demikian adalah ulama Syafi’iyyah.
Mereka berdalil dengan dalil-dalil yang menyatakan bahwa basmalah adalah
bagian dari Al Fatihah, maka dibaca secara jahr sebagaimana Al Fatihah
(lihat
Sifatu Shalatin Nabi, 81;
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/182). Selain itu mereka juga berdalil dengan beberapa hadits, diantaranya,
مَا حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
إِسْحَاقَ الْعَدْلُ بِبَغْدَادَ ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ
السِّرَاجٍ ، ثنا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الضَّبِّيُّ ، ثنا يُونُسُ بْنُ
بُكَيْرٍ ، ثنا مِسْعَرٌ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ” يَجْهَرُ بِـ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Abu Muhammad Abdullah bin Ishaq Al Adl di Baghdad menuturkan kepadaku,
Ibrahim bin Ishaq bin As Sarraj menuturkan kepadaku,
‘Uqbah bin Mukram Ad Dhibbi menuturkan kepadaku,
Yunus bin Bukair menuturkan kepadaku,
Mis’ar menuturkan kepadaku, dari
Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya men-
jahr-kan
bismillahir rahmanir rahim”. (HR. Al Hakim 805).
Uqbah bin Mukram Ad Dhibbi dikatakan oleh Ibnu Hajar: “shaduq”. Sedangkan
Yunus bin Bukair diperselisihkan statusnya, sebagian ulama men-
tautsiq-nya, sebagaimana salah satu riwayat dari Ibnu Ma’in. Namun An Nasa-i mengatakan: “ia
dha’if”, Yahya Al Hamani mengatakan: “saya tidak menghalalkan haditsnya Yunus”. Namun Ibnu Ma’in menjelaskan: “ia
shaduq
namun dahulu tsiqah, disebabkan ia pernah bersama Ja’far bin Yahya Al
Barmaki dan ia dibuat kaya olehnya. Hingga ada orang yang berkata
tentang Yunus: ‘ia diduga telah zindiq karena begini dan begitu’, namun
Yunus berkata: ‘itu dusta’”. Maka yang lebih tepat ia
shaduq sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ma’in. Sehingga, sanad ini
jayyid dan bisa menjadi penguat. Namun riwayat ini tidak secara sharih menyatakan bahwa Rasulullah mengeraskan
basmalah ketika shalat.
Terdapat jalan lain dari Abu Hurairah,
أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ الْحَارِثِ الْفَقِيهُ ،
أنبأ عَلِيُّ بْنُ عُمَرَ الْحَافِظُ ، ثنا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ
بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْفَارِسِيُّ , ثنا عُثْمَانُ بْنُ خُرَّزَاذَ ، ثنا
مَنْصُورُ بْنُ أَبِي مُزَاحِمٍ ، ثنا أَبُو أُوَيْسٍ ، عَنِ الْعَلاءِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ : ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
إِذَا أَمَّ النَّاسَ قَرَأَ : ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ )
Abu Bakr bin Al Harits Al Faqih mengabarkan kepadaku,
Ali bin Umar Al Hafidz mengabarkan kepadaku,
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Farisi menuturkan kepadaku,
Utsman bin Khurazad menuturkan kepadaku,
Manshur bin Abi Muzahim menuturkan kepadaku,
Abu Uwais menuturkan kepadaku, dari
Al ‘Ala bin Abdirrahman bin Ya’qub, dari ayahnya dari
Abu Hurairah bahwa “
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam jika mengimami orang-orang, beliau men-jahr-kan bacaan bismillahir rahmanir rahim” (HR. Al Baihaqi 2186).
Al ‘Ala bin Abdirrahman bin Ya’qub
diperselisihkan statusnya, Ibnu Ma’in mengatakan: “ia tidak pandai,
orang-orang senantiasa membuang hadits-haditsnya”. Ad Darimi mengatakan:
“ia dhaif”. Sedangkan di sisi lain Imam Ahmad mengatakan: “ia
tsiqah,
saya belum pernah mendengar seseorang mengatakan hal buruk tentangnya”.
At Tirmidzi mengatakan: “ia tsiqah menurut pada ahli hadits”. Imam
Muslim juga banyak mengeluarkan haditsnya dalam
Shahih Muslim.
Wallahu’alam, nampaknya lebih tepat ia
shaduq, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim: “ia
shalih, para
tsiqat meriwayatkan darinya, walaupun ia mengingkari beberapa haditsnya”. Terlebih, Ibnu ‘Adi mengatakan: “
Al ‘Ala
memiliki naskah dari ayahnya dari Abu Hurairah, para tsiqat
meriwayatkan hadits-hadits dalam naskah tersebut darinya, dan aku
memandang ia tidak mengapa”. Adapun
Abu Uwais ia dikatakan oleh Ibnu Hajar “ia
shaduq yahim”. Ibnu ‘Adi mengatakan: “ia termasuk orang yang ditulis hadits-nya”. Ali Al Madini mengatakan: “ia dhaif dalam pandangan
ashab kami”. Ibnu Ma’in memiliki beberapa riwayat pendapat tentang
Abu Uwais, Dr. Ahmad Muhammad Nazrussaif men-
tahqiq bahwa pendapat terakhir Ibnu Ma’in adalah yang menyatakan
Abu Uwais itu
shaduq.
Namun sanad ini memiliki
illah, yaitu terdapat
mukhalafah dari
Abu Uwais dalam riwayat yang lain. Ibnu Hajar dalam
Ad Dirayah (1/133) mengatakan: “Ad Daruquthni dan Ibnu Adi meriwayatkan dengan sanad ini, mereka berdua berkata: ‘lafadz
قرأ menggantikan
جهر dan ini yang
mahfuzh dari Abu Uwais’. Dan Abu Uwais itu bukan hujjah jika bersendirian, lebih lagi jika ada
mukhalafah”. Sehingga sanad ini munkar tidak bisa menjadi penguat.
Dan terdapat beberapa jalan lain dari ‘Aisyah, Ibnu ‘Umar, Ibnu
‘Abbas, dan ‘Ali bin Abi Thalib yang semuanya tidak lepas dari kelemahan
yang berat dan kebanyakan riwayat ini tidak secara sharih (jelas)
menyebutkan bahwa Rasulullah men-
jahr-kan basmalah ketika shalat. Sehingga
wallahu’alam, tidak ada hadits shahih yang menyatakan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam pernah men-
jahr-kan basmalah dalam shalat.
Namun para ulama yang berpendapat
jahr basmalah, berdalil dengan riwayat dari Abu Hurairah,
عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ ، قَالَ : كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي
هُرَيْرَةَ ” فَقَرَأَ : بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ , ثُمَّ
قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ وَلا الضَّالِّينَ ” ، قَالَ : ”
آمِينَ ” ، وَقَالَ النَّاسُ : آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ : ”
اللَّهُ أَكْبَرُ ” ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ : ” وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Nu’aim Al Mujmir, ia berkata, aku pernah shalat bermakmum pada Abu Hurairah, ia membaca
bismillahir rahmanir rahim, lalu membaca Ummul Qur’an sampai pada
waladh dhaalliin. Lalu Abu Hurailah berkata: “amin”, kemudian diikuti para makmum mengucapkan: “amin”. Dan setiap akan sujud ia mengucapkan “
Allahu Akbar”.
Selepas salam, Abu Hurairah berkata: “demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, shalatku adalah shalat yang paling mirip dengan Rasulullah S
hallallahu’alaihi Wasallam” (HR. Al Hakim, 804, sanadnya
shahih).
Tapi sebagian ulama mengatakan bahwa pendalilan dari hadits ini tidak
sharih
(tegas), karena yang dimaksud Abu Hurairah adalah keseluruhan praktek
shalat beliau secara umum, bukan pada setiap rincian prakteknya. Ibnul
Qayyim mengatakan: “yang benar, hadits-hadits tersebut tidak ada yang
sharih, dan yang
sharih tidak shahih. Dan masalah ini (jika dibahas secara rinci) memerlukan berjilid-jilid tulisan yang banyak” (
Zaadul Ma’ad, 199).
Dan terdapat beberapa riwayat shahih bahwa sebagian para sahabat men-
jahr-kan basmalah, diantaranya Abu Hurairah sebagaimana riwayat yang lalu, Ibnu Az Zubair dan Mu’awiyah
radhiallahu’anhum.
عَنْ بَكْرٍ، أَنَّ ابْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يَجْهَرُ بِ {بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}
Dari Bakr (Al Mazini), bahwa Ibnu Az Zubair biasanya men-jahr-kan
bismillahir rahmanir rahim (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 4156, sanadnya shahih)
أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ: ” صَلَّى مُعَاوِيَةُ
بِالْمَدِينَةِ صَلَاةً فَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَرَأَ فِيهَا
{بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}
Anas bin Malik berkata: “Mu’awiyah shalat di Madinah, dan ia men-jahr-kan bacaannya dan ia membaca
bismillahir rahmanir rahim” (HR. Al Baihaqi dalam
Ash Shaghir 392, sanadnya hasan)
Pendapat Kedua
Sebagian ulama berpendapat bahwa
basmalah disunnahkan dibaca
secara lirih (sirr) tidak dikeraskan. Diantara yang berpendapat demikian
adalah Imam Al Bukhari, Imam Muslim, Az Zaila’i, Ibnul Qayyim,
Hanafiyyah, Hanabilah, dan lainnya (lihat
Sifatu Shalatin Nabi, 83;
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/181). Mereka mengatakan bahwa tidak ada dalil yang shahih dan sharih bahwa Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam mengeraskan bacaan basmalah. Selain itu terdapat hadits dalam
Shahihain, hadits dari Anas bin Malik
radhiallahu’anhu, beliau berkata:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأبا بكرٍ وعمرَ
رضي اللهُ عنهما ، كانوا يفتتحونَ الصلاةَ : بالْحَمْدِ للهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
“Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar, mereka membuka shalat dengan
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” (HR. Al Bukhari 743).
dalam riwayat Muslim:
صلَّيْتُ مع رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وأبي بكرٍ ،
وعمرَ ، وعثمانَ ، فلم أَسْمَعْ أحدًا منهم يقرأُ بسمِ اللهِ الرحمنِ
الرحيمِ
“aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman dan aku tidak mendengar mereka membaca
bismillahir rahmanir rahim” (HR. Muslim 399)
juga terdapat jalan lain dari Abdullah bin Mughaffal namun terdapat
kelemahan di dalamnya. Hadits shahih dan sharih menafikan dibacanya
basmalah secara jahr. Hadits Anas ini juga lebih shahih dan lebih kuat
jalan-jalannya dibandingkan dengan hadits-hadits yang menyatakan
jahr.
Pendapat Ketiga
Ulama Malikiyyah berpendapat makruh membaca secara jahr. Al Qarafi
mengatakan: “yang lebih wara’ adalah tetap membaca basmalah dalam rangka
keluar dari khilaf, namun ia dibaca secara sirr dan makruh jika
di-jahr-kan” (
Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/182).
Yang tepat, Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam terkadang men-
jahr-kan
basmalah dan terkadang melirihkannya, namun yang paling sering adalah
melirihkannya sehingga itu yang lebih utama. Karena sudah diketahui
bersama bahwa Anas bin Malik
radhiallahu’anhu memiliki membersamai Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam dalam kurun waktu yang lama, jauh lebih lama dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengatakan: “Rasulullah terkadang men-jahr-kan
basmalah, namun lebih sering melirihkannya. Tidak tidak diragukan lagi
bahwa Rasulullah tidak pernah merutinkan pengerasan basmalah dalam
shalat malam maupun shalat wajib yang 5 waktu, baik sedang tidak safar
maupun sedang safar. Para khulafa ar rasyidin pun melirihkan basmalah,
dan juga mayoritas para sahabat Nabi, dan juga mayoritas penduduk negeri
ketika itu di masa-masa generasi utama umat Islam” (
Zaadul Ma’ad, 199).
Sehingga yang lebih utama adalah melirihkan basmalah namun tidak
mengapa terkadang mengeraskannya. Inilah pendapat yang lebih tepat
insya Allah. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menyatakan: “perkataan Abu Hurairah: ‘
shalatku adalah shalat yang paling mirip dengan Rasulullah‘, menunjukkan bahwa men-jahr-kan basmalah itu boleh. Namun yang afdhal adalah tidak men-
jahr-kannya”.
Syaikh Ibnu Baz juga melanjutkan dengan sebuah nasehat yang indah:
“tidak semestinya masalah ini menjadi bahan perselisihan, semestinya
perkara ini dianggap perbedaan yang ringan saja. Yang afdhal adalah
lebih memilih sunnah Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam dengan
tidak men-jahr-kan basmalah. Namun jika dalam sebagian kesempatan
di-jahr-kan karena dasar hadits Abu Hurairah, atau dalam rangka
pengajaran, yaitu mengajarkan orang-orang bahwa basmalah itu hendaknya
dibaca, maka ini semua tidak masalah. Dan sebagian sahabat Nabi
radhiallahu’anhum biasa men-jahr-kan basmalah” (
Fatawa Nurun ‘ala Ad Darb,
http://www.binbaz.org.sa/mat/15120).
Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat,
wallahu waliyut taufiq.
Rujukan:
- Sifatu Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi
- Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah
- Tamaamul Minnah Fit Ta’liqi ‘Ala Fiqhis Sunnah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
- Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id